Menu

Mode Gelap
Bupati Fakfak Tegaskan Komitmen Pembinaan Atlet Muda Saat Tutup Bupati Cup 2025 Pertarungan Mepet 3-2, KAFI FC Sabet Piala Bupati Cup Fakfak 2025 DPP UAA: Konflik Liang Tidak Bisa Ditoleransi, Pelaku dan Aktor Inteletual Harus Ditangkap! Drama Jelang Undian Piala Dunia 2026: Iran Pilih Datang, Bukan Boikot Ribuan Warga Fakfak Padati Pawai Santa Claus, Bupati Ingatkan Makna Natal dan Kebersihan Kota Perkuat Ketahanan Pangan, TP-PKK dan Persit KCK Canangkan Budidaya Cabai di Fakfak

Opini

Cermin Buram Sistem Ekonomi Sekuler Kapitalisme

badge-check


					Cermin Buram Sistem Ekonomi Sekuler Kapitalisme Perbesar

Oleh: Rahmiani Tiflen, S.Kep – Aktivis Muslimah

EMBARANMEDIA.COM – Ironis. Di negeri yang kaya akan sumber daya alam, laut, dan tambang, jutaan rakyat justru hidup dalam ketidakpastian. Lapangan pekerjaan seolah menjadi kemewahan yang sulit dijangkau, sementara biaya hidup terus melambung. Janji pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sering kali terdengar indah di podium, namun realitas di lapangan berbicara lain. Inilah wajah asli sistem ekonomi sekuler kapitalisme—menjanjikan kesejahteraan, tapi menebar kesenjangan.

Krisis Pengangguran yang Tak Kunjung Usai

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka per Februari 2025 mencapai 7,5 juta orang, meningkat dibanding periode sebelumnya (Detikcom, 16/10/2025).

Sementara menurut laporan CNBC Indonesia (14/10/2025), lonjakan ini disebabkan oleh gelombang PHK massal di berbagai sektor, terutama industri dan teknologi. Banyak perusahaan melakukan efisiensi karena tekanan ekonomi global dan lemahnya daya beli masyarakat.

Di samping itu, riset dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (15/10/2025) mengungkapkan peningkatan signifikan pengangguran di kalangan sarjana. Banyak lulusan perguruan tinggi tidak terserap dunia kerja karena ketidaksesuaian antara kompetensi dan kebutuhan industri. Pendidikan yang seharusnya menjadi jalan menuju kesejahteraan justru berubah menjadi beban ekonomi keluarga.

Lebih parah lagi, derasnya arus digitalisasi dan otomatisasi industri membuat tenaga manusia tergantikan mesin dan kecerdasan buatan. Pemerintah belum memiliki strategi jangka panjang untuk menciptakan lapangan kerja baru berbasis potensi lokal. Maka tak heran, pengangguran kini menjadi masalah sistemik yang tak kunjung usai.

Kapitalisme yang Menafikan Tanggung Jawab Negara

Meningkatnya pengangguran bukan sekadar dampak pandemi atau fluktuasi ekonomi global. Ia adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang menjadikan ekonomi berpusat pada kepentingan pasar, bukan kesejahteraan rakyat. Negara hanya berperan sebagai fasilitator pasar, bukan penanggung jawab kehidupan rakyat.

Dalam sistem ini, lapangan kerja hanya tercipta jika ada keuntungan finansial. Begitu investasi surut, PHK pun terjadi. Negara menyerahkan sektor strategis seperti energi, pertanian, dan tambang kepada swasta atau asing. Rakyat akhirnya menjadi penonton di tanah air sendiri.

Kapitalisme juga mempromosikan ilusi “trickle-down effect” — seolah kekayaan akan menetes ke bawah dari segelintir elit kepada rakyat kecil. Fakta yang terjadi justru sebaliknya: penumpukan kekayaan di tangan korporasi besar, sementara rakyat makin terhimpit. Privatisasi dan liberalisasi ekonomi telah menyingkirkan kaum lemah dari akses terhadap sumber daya.

Lebih jauh, sistem pendidikan yang seharusnya membentuk generasi produktif justru diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri kapitalistik. Orientasinya bukan pada pembangunan manusia, melainkan penciptaan tenaga kerja murah bagi pasar global. Akibatnya, banyak lulusan kehilangan arah dan daya saing karena sistem telah gagal menautkan antara pendidikan, potensi daerah, dan kebutuhan masyarakat.

Negara yang Menjamin Hak Kerja

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menempatkan negara sebagai penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam pandangan Islam ideololis, negara tidak menyerahkan urusan ekonomi kepada pasar bebas. Ia memastikan setiap individu memiliki akses terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mekanisme Islam sangat jelas:

– Distribusi kepemilikan yang adil, di mana tanah, tambang, dan sumber daya alam dikelola oleh negara, bukan diserahkan pada korporasi asing.
– Optimalisasi sektor riil, dengan membuka lapangan kerja di bidang pertanian, industri, dan perdagangan sesuai kebutuhan masyarakat.
– Penghapusan riba dan pajak, agar roda ekonomi bergerak sehat tanpa beban bunga dan pungutan yang menindas.
– Sistem zakat dan baitul mal sebagai jaring pengaman sosial bagi yang kehilangan pekerjaan atau tidak mampu bekerja.

Islam bahkan melarang tanah dibiarkan terbengkalai. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa memiliki tanah, hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak menanaminya, maka serahkanlah kepada saudaranya untuk digarap.”(HR. al-Bukhari)

Kebijakan ini terbukti efektif di masa lalu. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, distribusi kekayaan dan zakat begitu merata hingga sulit ditemukan mustahik zakat di wilayah kekuasaan Islam. Ini bukti bahwa sistem Islam bukan sekadar teori, tapi pernah nyata menyejahterakan manusia.

Penutup

Krisis pengangguran yang terus berulang adalah bukti nyata bahwa sistem kapitalisme telah gagal. Ia menumbuhkan ekonomi yang rapuh, menggantungkan kesejahteraan pada modal asing, dan menafikan tanggung jawab negara terhadap rakyat.

Selama ekonomi dijalankan atas asas sekularisme dan kapitalisme, kesejahteraan akan tetap menjadi mimpi. Karena itu, solusi sejati bukanlah tambal sulam kebijakan ekonomi, melainkan perubahan sistemik menuju penerapan syariat Islam secara kaffah.

Di bawah sistem ini, bekerja bukan sekadar mencari nafkah, tetapi ibadah. Ekonomi bukan alat eksploitasi, tetapi sarana menegakkan keadilan. Inilah sistem yang menempatkan manusia sesuai fitrahnya—sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Wallahu ‘alam bissawab.

Baca Lainnya

Tantangan Orang Tua Mendidik Anak dalam Pusaran Kapitalisme

24 November 2025 - 19:42

Generasi yang Terluka

20 November 2025 - 14:04

Refleksi Pemuda: Menyala Kembali Api Perjuangan HMI Dalam Arus Zaman

29 Oktober 2025 - 09:11

Saat Rumah Tak Lagi Menjadi Tempat Pulang

29 Oktober 2025 - 09:01

BLT dan Magang Nasional, Solusi Cepat tapi Tak Tepat

24 Oktober 2025 - 06:21

Trending di Opini
WhatsApp
error: