EMBARANMEDIA.COM, FAKFAK – Dalam rangka menjaga keberlanjutan pembangunan daerah sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak melalui Dinas Perkebunan melakukan penyesuaian tarif retribusi di sektor perkebunan, khususnya pada komoditas pala kulit.
Penyesuaian ini hanya berlaku pada pala kulit dengan kenaikan sebesar Rp100 per kilogram, dari sebelumnya Rp200 menjadi Rp300 per kilogram. Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmorojati, ST, MT, menjelaskan bahwa kebijakan ini merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Fakfak Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menurutnya, kebijakan ini bukan sekadar soal kenaikan tarif, melainkan bentuk upaya agar retribusi ditetapkan secara adil, proporsional, dan dapat diterima semua pihak. “Jika terlalu rendah, penerimaan daerah tidak mencukupi untuk mendanai pelayanan, pengawasan, hingga peningkatan mutu pala. Namun jika terlalu tinggi, justru akan membebani petani dan pelaku usaha,” tegasnya.
Tarif Rp300/kg dipilih secara kompromistis dengan pertimbangan ekonomi dan sosial. Nilai tersebut diambil dari rata-rata tarif yang berlaku sebelumnya, yakni:
- Pala kulit tuli: Rp200/kg
- Pala kulit campur: Rp300/kg
- Pala kulit goyang: Rp350/kg
Dari perhitungan median Rp283,33 kemudian dibulatkan menjadi Rp300/kg. Tarif ini dinilai representatif dan tetap terjangkau bagi petani maupun pelaku usaha.
Selain itu, harga pasar pala kulit yang berkisar Rp41.000–Rp68.000/kg (rata-rata Rp54.500/kg) turut menjadi acuan. Dengan retribusi Rp300/kg, kontribusi yang ditarik hanya sekitar 0,55% dari harga jual rata-rata, jauh di bawah ketentuan umum retribusi yang bisa mencapai 1–2%. Artinya, kebijakan ini masih dalam batas wajar dan tidak membebani.
Lebih jauh, penyesuaian tarif ini juga merupakan bagian dari komitmen Pemda Fakfak untuk menjadikan pala sebagai komoditas unggulan yang bermutu, berdaya saing, dan memberi manfaat besar bagi masyarakat. Dana dari retribusi tersebut akan diarahkan untuk:
- peningkatan mutu dan kualitas pala,
- penguatan akses pasar,
- penyediaan fasilitas dan infrastruktur penunjang,
- serta perlindungan bagi petani dan pelaku usaha.
Meski demikian, Widhi menekankan bahwa efektivitas manfaat dari retribusi ini tetap bergantung pada kemampuan daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara adil, khususnya untuk sektor perkebunan pala.
“Dengan kontribusi kecil yang diberikan, kita berharap dapat membangun fondasi besar bagi masa depan Pala Fakfak yang lebih unggul, berkelanjutan, dan menyejahterakan masyarakat,” pungkasnya.
Penulis : Alfan Rahakbauw || Editor : Redaksi Embaranmedia