Menu

Mode Gelap
Kodim 1803/Fakfak Gelar Touring Baksos: Satukan Langkah, Tebar Kebaikan hingga Pelosok Kampung Abdul Rahman Tegaskan Komitmen Turun Lapangan: Aspirasi Masyarakat Harus Dikawal Sampai Tuntas Generasi yang Terluka Breaking! Letsoin Naik Jadi Ketua PSSI OJK dan Bank Papua Bekali Pelajar Fakfak Jadi Generasi Cakap Keuangan Lewat Nokenku Eny Kuswidiyati Tegaskan Kerahasiaan Pelapor dalam Sosialisasi SP4N-Lapor

Opini

Generasi yang Terluka

badge-check


					Generasi yang Terluka Perbesar

Oleh: Rahmiani Tiflen, Skep

Aktivis Muslimah

Ada sebuah kebenaran pahit yang kini harus kita terima dengan kepala tertunduk. Sebuah fakta bahwa anak-anak kita sedang tumbuh dalam dunia yang tidak memeluk mereka dengan benar. Dunia yang keras, bising, dan jauh dari nilai-nilai yang seharusnya membentuk manusia.

Kita sering terkejut dengan lonjakan kasus perundungan yang muncul di berbagai berita. Data KPAI dan JPPI mencatat 573 kasus perundungan sepanjang 2024, meningkat lebih dari 100% dari tahun sebelumnya. Belum sempat kita bernapas, dalam sepekan saja tiga insiden terjadi di Malang, Tangerang Selatan, dan Aceh.

Namun sesungguhnya, kasus-kasus tersebut hanyalah puncak gunung es. Luka generasi ini tidak muncul secara tiba-tiba. Semua bermula dari rumah, merembet ke masyarakat, mengendap di sekolah, hingga menjadi gambaran kebijakan negara yang tidak berpihak pada masa depan anak-anaknya.

Rumah: Pelukan Pertama yang Kini Menjadi Retakan Awal

Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah —

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ»

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Fitrah ini seharusnya tumbuh dalam asuhan penuh kasih sayang. Di mana rumah adalah tempat pertama seorang anak mengenal cinta, kelembutan, dan ketenangan.

Tetapi dalam tekanan hidup hari ini, banyak rumah kehilangan ruhnya. Orang tua bekerja dari pagi hingga malam, pulang dengan tubuh lelah, mental letih. Komunikasi menjadi singkat, kering, bahkan kadang meletup dalam bentuk emosi—bukan karena tak sayang, tapi karena sistem ekonomi kapitalistik memaksa mereka bertahan hidup.

Akibatnya; kebutuhan emosional anak tidak terpenuhi. Afeksi digantikan gawai, teladan digantikan tontonan, peran ayah atau ibu menghilang, dan komunikasi digantikan kesibukan.

Anak yang merasa tidak dicintai akan mencari tempat pelarian di luar dan sering kali, tempat itu tidak aman.

Inilah retakan pertama.

Masyarakat: Lingkungan yang Tidak Lagi Menggenggam Anak

Dulu, masyarakat adalah rumah kedua. Tapi

Kini, berubah menjadi ruang asing. Orang berjalan terburu-buru, sibuk pada diri sendiri.

Media sosial, alih-alih menghadirkan kebersamaan, justru menciptakan kesepian massal. Ada normalisasi kekerasan, hinaan, ejekan, candaan merendahkan, influencer tanpa akhlak, dan budaya viral yang brutal.

Padahal Islam memerintahkan masyarakat untuk saling menjaga:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

“Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Ma’idah: 2)

Masyarakat yang abai membuat luka dari rumah melebar tak terbendung.

Sekolah: Tempat Menimba Ilmu yang Tidak Lagi Membentuk Jiwa

Anak datang ke sekolah membawa luka-luka kecil. Tapi sekolah hari ini, dalam sistem sekuler, tidak menyembuhkan — justru menambah luka.

Sekolah sibuk mengejar kurikulum, angka, ranking, sertifikasi. Akhlak diajarkan sebagai teori, bukan dibentuk sebagai karakter. Guru terjebak pada administrasi, siswa dalam terjebak tekanan, sementara sekolah terjebak pada kompetisi.

Padahal Islam menegaskan bahwa pendidikan harus membentuk manusia, bukan sekadar mencerdaskan otak:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا • وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya. Dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9–10)

Tanpa pendidikan yang menumbuhkan jiwa, sekolah berubah menjadi ladang subur bullying, rivalitas, dan tekanan mental. Dari 573 kasus perundungan pada 2024, yang terlapor hanyalah sebagian kecil saja.

Di sekolah, retakan berubah menjadi keretakan besar.

Negara: Pemegang Kebijakan yang Membiarkan Sistem Rusak Terus Berjalan

Negara hari ini berdiri di atas ideologi sekuler-kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Di mana kebijakan pendidikan berorientasi ekonomi, bukan akhlak. Media dibiarkan memproduksi kerusakan demi profit. Keluarga dibiarkan berjuang sendiri. Termasuk masyarakat dibiarkan terpecah.

Padahal Allah memperingatkan dengan tegas:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

“Barang siapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka adalah orang-orang zalim.” (QS. Al-Ma’idah: 45)

Sistem yang tidak menjadikan wahyu sebagai fondasi hanya akan menghasilkan kebijakan yang rapuh, reaksioner, dan gagal mencegah kerusakan.

Retakan kecil kini berubah menjadi jurang bangsa.

Krisis Mental yang Menyeret Generasi Ini ke Ambang Kehancuran

Survei I-NAMHS menunjukkan suatu fakta pahit yaitu, 1 dari 3 remaja mengalami masalah kesehatan mental, dan 1 dari 20 mengalami gangguan mental serius

Sementara Kemenkes 2025 melaporkan, lebih dari dua juta anak di Jakarta mengalami gangguan mental setelah pemeriksaan kesehatan jiwa. Indonesia juga menjadi negara dengan angka perundungan kelima tertinggi di dunia. Angka-angka ini lahir dari rumah yang letih, masyarakat yang kacau, sekolah yang tidak membina jiwa, dan negara yang kehilangan arah.

Ketika Sistem Salah, Semua Rusak Bersama

Rumah, masyarakat, sekolah, dan negara—semuanya berjalan dalam satu ideologi: sekuler-kapitalisme. Sistem ini membuat manusia hidup tanpa nilai, tanpa arah, tanpa penjaga moral.

Islam mengingatkan:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Sistem yang tidak mengikat hati kepada Allah akan selalu melahirkan kegelisahan massal.

Satu-Satunya Sistem yang Menyembuhkan dari Akar hingga Puncak

Islam tidak memperbaiki dari puncak — tapi dari akar. Semuanya terikat dalam satu simpul nilai yaitu tauhid.

Allah berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا

“Hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus; fitrah Allah yang menciptakan manusia atasnya.” (QS. Ar-Rum: 30)

Dalam sistem Islam, rumah akan menjadi ruang pendidikan pertama. Kemudian masyarakat menjadi penjaga moral (amar makruf nahi mungkar). Sementara sekolah membentuk kepribadian Islam, bukan hanya berfokus pada kecerdasan akademik. Termasuk dalam hal ini negara bertindak sebagai penegak atas hukum-hukum Allah Swt, sebagai penjaga media, dan juga memperbaiki budaya, hingga melindungi generasi. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah prinsip yang membangun peradaban—bukan prinsip kapitalistik yang hanya mengejar profit.

Penutup

Generasi yang terluka hari ini bukan salah mereka. Ini adalah luka sistemik. Selama rumah, masyarakat, sekolah, dan negara bergerak di bawah ideologi sekuler-kapitalisme, luka mereka akan terus menganga.

Sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang membangun manusia, bukan menghancurkannya. Sudah saatnya kita kembali kepada keridaan Ilahi. Bukan sekedar menjalankan perintah-Nya dalam aspek ritual personal saja, tetapi hendaknya pedoman tersebut dijadikan sebagai sistem hidup.

Sebab hanya dengan sistem sahih, mampu menutup seluruh retakan yang ditimbulkan oleh Kapitalisme, dari rumah, lingkungan masyarakat, hingga negara, dan mengembalikan manusia pada fitrahnya yang sejati.

Wallahu a’lam bissawab.

Baca Lainnya

Breaking! Letsoin Naik Jadi Ketua PSSI

20 November 2025 - 13:18

OJK dan Bank Papua Bekali Pelajar Fakfak Jadi Generasi Cakap Keuangan Lewat Nokenku

20 November 2025 - 13:00

Eny Kuswidiyati Tegaskan Kerahasiaan Pelapor dalam Sosialisasi SP4N-Lapor

20 November 2025 - 08:49

Narasumber Paparkan Jenis Laporan yang Bisa Disampaikan Lewat SP4N-Lapor

20 November 2025 - 07:48

Kominfo Fakfak Ajak Masyarakat Aktif Awasi Layanan Lewat SP4N-Lapor

20 November 2025 - 07:25

Trending di Berita
WhatsApp
error: