Oleh: Rahmiani Tiflen, Skep
(Praktisi Kesehatan dan Pegiat Literasi)
Embaranmedia.com, FAKFAK – Berbicara tentang HIV AIDS, tentu bukanlah hal yang baru di kalangan masyarakat kita. Hari ini, kita bahkan hidup berdampingan dengan mereka (ODHA). Namun ada sebuah problematik yang patut ditelaah secara mendalam, baik itu keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Terlebih ketika mengamati data dan juga fakta di lapangan. Yang mana, angka penderita HIV AIDS di kalangan pemuda dan pelajar pun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bukan tak mungkin, sepuluh atau dua puluh tahun mendatang akan sangat berpengaruh bagi pembangunan negara.
Untuk itu penulis ingin mengajak semua pihak terkait di atas, agar lebih peduli dengan menganalisis sejauh apa peran yang harus dilakukan baik itu keluarga, masyarakat, maupun negara dalam menanggulangi penyakit tersebut hingga ke akar-akarnya.
Prevalensi Penderita HIV AIDS
Melansir dari InfoFakfak, 24/08/22, bahwa kasus HIV sejak tahun 2008 hingga 2022, dilaporkan terdapat 547 kasus. Jika penduduk Kabupaten Fakfak berjumlah 89.015 jiwa, maka dari angka tersebut menunjukkan bahwa diantara 100 orang terdapat satu yang terinfeksi virus HIV AIDS, begitu jelas Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak, Saleh Hindom , SKM., MPH.
Sementara itu Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak, Nani Sri Untari, S.K.M., turut mempertegas pernyataan di atas. Disampaikannya, terkait status ODHA di Kabupaten Fakfak, selama ini terdata diantaranya; yang hidup adalah 25 %, kemudian yang meninggal dunia sebanyak 38 %, selanjutnya pindah kota 10 % dan yang hilang kontak sebanyak 27 %.
Lanjutnya, jika kasus tersebut terdata sejak 2012, maka ODHA yang hidup dan memulai terapi ART/ARV (antiRetroviral) adalah sekitar 358 jiwa. Sementara non ART sebanyak 34 jiwa. Adapun jumlah penderita hidup dengan stadium 3 hingga 4 adalah berjumlah 94 jiwa.
Kedua narasumber menyampaikan hal yang sama yaitu diperlukan suatu langkah strategis berupa kerjasama lintas sektoral, sehingga dapat menekan laju penularan infeksi virus tersebut.
HIV AIDS Menyasar Pemuda
Ada satu poin penting yang ingin penulis telaah sebagai bahan perenungan bagi kita bersama, yaitu terkait penjelasan Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak, Nani Sri Untari, S.K.M., yang menyampaikan bahwa pada beberapa kasus, penularan itu terjadi pada usia SMA. Artinya bahwa para pemuda kita saat ini pun tak lepas dari bahaya tertular virus HIV.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa, fenomena yang ditampakkan dari kasus penularan HIV AIDS ini bagaikan gunung es. Itu artinya yang tidak terdata bisa lebih banyak lagi dibanding yang telah terdata. Maka sudah barang tentu, hal ini akan berdampak pula bagi permasalahan lainnya termasuk masa depan generasi muda.
Sebuah fakta yang cukup mencengangkan adalah, mengetahui bahwa Papua merupakan provinsi dengan angka tertinggi kasus HIV AIDS. Meski Papua Barat nampak adem ayem, atau angka penyebaran HIV AIDS yang ditampakkan tidak sebanding dengan provinsi kakaknya yaitu Papua, akan tetapi itu bukan berarti kita baik-baik saja. Sebab bisa jadi angka yang tidak nampak lebih besar lagi dengan kenyataan di lapangan.
Terlebih lagi, melihat pergaulan yang terjadi di kalangan pemuda hari ini. Dimulai dari budaya hedonisme, hura-hura, pacaran, narkoba/miras, hingga seks bebas. Yang sudah barang tentu menjadi perhatian bersama, terutama pihak orang tua/keluarga, lingkungan pendidikan, dan negara.
Butuh Kekuatan Iman dan Takwa
Pemerintah daerah telah menggalakkan sejumlah strategi, guna mengatasi permasalahan HIV AIDS. Akan tetapi sebagai manusia, yang juga merupakan hamba Allah Subhanahu wa taala, tentunya kita pun wajib berbenah diri. Sebab tiadalah kita diciptakan di atas dunia ini kecuali, untuk tunduk patuh pada seluruh aturan-Nya.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan kepada para pembaca, mungkin ada diantaranya adalah sebagai orang tua, agar dapat mendidik putra-putri kita dengan pemahaman agama (Islam) yang baik. Didiklah anak-anak kita dengan dasar tauhid yang kokoh, ajarkan kepada mereka tentang batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Sebab dalam kitab suci disampaikan bahwa, janganlah seseorang itu mendekati zina (pacaran). Apalagi perempuan adalah tonggak sebuah peradaban, sehingga ada sebuah kalimat bijak mengatakan ”jika ingin memperbaiki sebuah peradaban maka, perbaiki dahulu kaum perempuannya!”
Ajarkan kepada anak-anak gadis kita untuk senantiasa mengenakan hijab (jilbab dan kerudung/khimar) secara sempurna. Bukan hanya menutup kepala tapi pakaiannya masih ketat dan juga tipis. Sebab ada ketentuan bagaimana seharusnya seorang muslimah berpakaian yang benar sesuai aturan Allah taala.
Kemudian kepada anak lelaki kita, hendaklah dididik agar kelak menjadi laki-laki yang bertanggungjawab, amanah, menghargai orang lain, serta belajar untuk menjadi pemimpin yang baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Mengajarkan pula cara berinteraksi dengan lawan jenis, untuk senantiasa menahan pandangan serta menjaga kemaluannya. Ingatlah bahwa meski kedua orang tua tidak melihat, akan tetapi Allah Subhanahu wa taala punya CCTV yang terus-menerus mengawasi selama 24 jam, ada malaikat pencatat amal perbuatan dan dosa yang senantiasa membersamai.
Adapun kita sebagai seorang ibu, yang juga merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya, agar senantiasa memperkaya diri dengan pemahaman agama. Pun bagi seorang ayah yang juga adalah sebagai pemimpin dalam keluarga, agar terus menerus menjaga keluarganya terhindar dari bahaya api neraka. Sebab keluarga adalah tempat pertama dan utama seorang anak dibina dengan Islam, sehingga kelak jika berinteraksi di tengah masyarakat, setidaknya anak-anak kita telah ter-mainset dengan baik apa-apa yang boleh dilakukan dan apa-apa yang terlarang dalam agama.
Kemudian dalam tatanan lingkungan pendidikan dan masyarakat, kita pun butuh sistem yang dapat saling support dalam keimanan dan ketaatan. Sebuah lingkungan yang aman, serta terjauhkan dari pengaruh buruk dan merusak. Dengan penanaman pendidikan agama di sekolah-sekolah lewat kegiatan ekstrakurikuler, kemudian agar pemahaman agama itu tidak mudah lepas, maka dibutuhkan sebuah kelompok ngaji Islam yang dilakukan secara intensif dan juga komprehensif. Dari situ, anak-anak kita akan senantiasa terkontrol dalam lingkungan yang baik, oleh kakak pembina dan juga para ustadz/ustadzahnya. Mereka akan terus membersamai anak-anak kita dalam proses hijrahnya.
Dengan pemaknaan hidup berdasarkan risalah yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, kiranya kita selaku warga masyarakat dan juga hamba Allah Subhanahu wa taala, dapat mengontrol interaksi bermasyarakat. Yang dengannya pula, dapat menjadi langkah preventif dalam penanggulangan angka penyebaran HIV AIDS di Kabupaten Fakfak tercinta. Dan, selaku insan manusia yang bertakwa kepada Allah taala, hendaklah kita senantiasa mawas diri dan juga dapat kembali pada aturan-Nya. Agar masa depan generasi muda serta bangsa dan negara ini mendapat rahmat serta terjauhkan dari marabahaya termasuk penyebaran virus HIV AIDS. Wallahu’alam. (**)