Embaranmedia.com, FAKFAK – Salah satu Akademisi di Kabupaten Fakfak, Marthen Anton Pentury mulai angkat bicara soal Perkembangan Stunting di kabupaten Fakfak.
Dikatakan Marthen, stunting menurut kementerian kesehatan adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam rentang yang cukup lama. Stunting pada umumnya di karenakan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, dan permasalahan stunting ini terjadi mulai dari kandungan dan baru akan terlihat kalau anak itu beranjak usia menimal 2 Tahun.
“Stunting ini biasanya di alami, kalau kita baca literatur atau data beranjak antara usia 2 tahun – 5 tahun orang kesehatan pasti paham ini, yang saya sebutkan ini berdasarkan data dan informasi yang saya lihat di situs kementerian kesehatan. Soal stunting ini bukan saja menjadi perhatian Indonesia, Provinsi, Kabupaten, dan Kota tetapi juga ini menjadi perhatian dunia melalui badan PBB yang di sebut dengan Unicef,”kata Marthen Pentury kepada wartawan embaranmedia.com saat diwawancarai, Senin (01/01/2024).
Menurutnya, kalau kita cermati secara baik maka, menurut WHO itu berdasarkan data yang terakhir itu ada sekitar 149 juta itu data terakhir di tanggal 10 Juni 2023, 149 juta anak di dunia mengalami stunting dan itu anak-anak di usia 2 – 5 tahun dan itu rentan sekali mereka.
“Di antara 149 juta itu, 6,3 juta di Indonesia, data ini wakil presiden RI mengatakan bahwa minta untuk kementrian kesehatan untuk prioritaskan untuk kebutuhan gizi bagi setiap keluarga yang terindikasi anak-anak nya itu atau masa hamil nya ibu-ibu itu kurang di beri asupan gizi tersebut, sehingga menurut wakil presiden ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia maupun pemerintah provinsi, kabupaten dan kota,”ujar Akademisi.
Lebih lanjut Marthen mengatakan, dalam mencermati hal ini maka beberapa waktu yang lalu pada bulan September tahun 2023 kemarin, itu lewat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung itu mereka membuat kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas kader pembangunan masyarakat stunting terkait dengan stunting.
“Mencermati kebijakan ini Maka sesungguhnya kita harus lihat dulu, berdasarkan informasi dari kepala dinas pemberdayaan masyarakat dan kampung dalam pres rilis nya di rri.com.id, itu mengatakan bahwa bahwa Fakfak pada tahun 2022, itu 26% sedangkan di tahun 2023 itu September 2023 suda mencapai di atas naik 3 % menjadi 29 %, kalau kita berbicara presentasi maka ini yang di sebut dalam istilah adalah prevalensi, apa itu sebenarnya prevalensi? Prevalensi itu berarti jumlah keseluruhan penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di sebuah wilayah,”tukasnya.
Lanjutnya, kalau berbicara prevalensi stunting dari 26 naik menjadi 29% maka 29% dari total populasi anak-anak usia 2 – 5 tahun di kabupaten Fakfak itu mereka mengalami stunting.
“Kalau menghitung 26- 29%, tarulah dari 1.000 anak atau 10.000 anak atau 5.000 anak tinggal dihitung berapa itu, turun 26%, 2023 dalam jangka 1 tahun dia naik, apa sesungguhnya yang terjadi, kalau kondisi seperti ini maka kita lihat apa dulu itu penyebab stunting? kalau kita baca penyebab stunting sesungguhnya yang tadi sudah disebut pada konsep difinisi terkait dengan stunting itu sendiri, maka anak-anak ini kekurangan gizi, bukan saja anak-anak tetapi ibu-ibu hamil ini kekurangan asupan gizi satu penyebab,”kata Marthen.
“Yang kedua, penyebab yang lain adalah pola makan yang tidak seimbang, yang ketiga adalah perawatan yang tidak memadai usai melahirkan, yang keempat adalah gizi anak yang tidak di penuhi, yang kelima adalah pola asi orang tua, yang ke enam adalah infeksi yang berulang, yang ke tujuh adalah sanitasi yang kurang baik, yang ke delapan adalah kurangnya akses pelayanan kesehatan, yang ke sembilan adalah kehamilan yang tidak sehat, yang ke sepuluh adalah pemberian asi yang tidak eksklusif, ada banyak faktor penyebabnya,”Tambahnya.
Kalau dari sekian banyak penyebabnya ini, maka menurut pendapat Marthen bahwa dilihat dari sisi penyebabnya maka ada dua hal yang penting yang harus kita perhatikan disini, yang pertama, keluarga itu sendiri atau ibu hamil itu sendiri, yang kedua, kita lihat OPD teknis atau terkait mana yang berkompeten untuk bertanggung jawab atas kenaikan jumlah anak yang menderita stunting dari 2022, 26% menjadi 29% ini lumayan jauh sekali .
Lanjut Marthen mengatakan, kalau terjadi seperti ini maka kita harus mempertanyakan apa saja yang mereka lakukan selama ini, terkait dengan pemberian gizi bagi ibu-ibu hamil dan juga bagi anak-anak, kalau kita melihat ini bukan saya mau mencari atau mengkambing hitamkan dinas instansi tertentu tidak saya tidak mau mengarah kepada fitnah, tetapi sekarang kita lihat yang pertama adalah berapa sih anggaran belanja daerah untuk Dinas kesehatan terkait dengan penanganan stunting, apakah stunting ini baru di kejar atau di genjot perhatian nya pada anak-anak yang penderita stunting, dari kemarin itu di mana, apa yang mereka lakukan, apa yang dari dinas instansi terkait lakukan, sehingga baru menjadi perhatian ketika pemerintah Indonesia, provinsi, kabupaten dan kota baru kita semua rame-rame fokus disitu, tetapi tidak total juga perhatian kita kesitu.
“Setelah itu sampai sekarang ia meredup lagi terkait dengan stunting, apa sih yang menjadi penyebab, yang tadi saya bilang dua ini harus kita genjot, dua ini harus bisa menjadi fokus perhatian serius dari pemerintah daerah terkait dengan stunting ini,”tukasnya.
Dikatakannya lagi, dicermati baik informasi yang di dapatkan oleh Wakil Presiden bahwa anak-anak ini bukan hanya dilihat dari mereka, stunting itu jangan dilihat dia berdiri sendiri tapi stunting anak-anak yang stunting ini juga dia berpengaruh pada tumbuh kembang anak, tetapi juga dia akan berpengaruh kepada dampak kualitas individu, kualitas hidup individu anak itu, akibat dari muncul penyakit kronis ketertinggalan dan kecerdasan kalah dalam persaingan.
“Anak-anak yang memiliki stunting seperti badan dan otak yang juga stunting menurut pa wapres yang di kutip menurut Pendapat Unicef ini yang menjadi perhatian serius,”kata Marthen.
Salah satu Dosen senior di Kampus STIA Asy-Syafi’iyah Fakfak ini juga mengusulkan agar kedepan seperti apa, yang pertama, yang paling terpenting itu adalah keluarga atau ibu-ibu hamil itu harus di perhatikan serius perkembangannya, bagaimana ibu-ibu hamil itu di perhatikan? Kalau mereka merasa kesulitan untuk bisa mendapat akses pelayanan kesehatan di tempat wilayah mereka berada, mereka mau ke puskesmas jauh, mereka mau ke rumah sakit juga jauh, butuh biaya, butuh ongkos, usulan kongrit saya adalah mohon dinas instansi terkait, pemerintah daerah terlepas dari pada kader-kader kampung tadi untuk stunting itu.
“Tetapi juga mohon perhatian dari pada dinas instansi terkait, mohon maaf langsung saya sebut khusus untuk dinas kesehatan mengaktifkan kembali puskesmas pembantu ( Pustu), kalau kita lihat puskesmas pembantu itu ada disetiap kampung itu pasti ada, nah ini perlu di aktifkan lagi,”pinta Marthen Pentury.
Selanjutnya, Ia juga memberikan contoh seperti pada Kampung yang ia tingga yaitu Kampung Kapaurtutin bahwa Pustu tidak pernah aktif, hanya beberapa waktu saja, jika di butuhkan baru dipanggil.
“Ini contoh kongkrit, saya memperkirakan mungkin di kampung-kampung yang lain juga seperti ini, yang di kota saja seperti ini bagaimana dengan yang di kampung-kampung yang jauh di pedalaman, di gunung di atas , di pesisir lain sebagainya,”tandasnya.
“Mohon ini menjadi perhatian serius dari dinas terkait untuk memperhatikan hal ini secara serius, teristimewa Dinas kesehatan aktifkan lagi Puskesmas pembantu ( Pustu) , pemerintah daerah harus bisa mengejot, pemerintah daerah harus bisa mengsuport Dinas kesehatan, bukan hanya tenaganya tetapi anggarannya juga diberikan oleh Pustu untuk mereka dapat memberikan pelayanan yang baik bagi ibu-ibu hamil tetapi memperhatikan tumbuh kembang nya anak-anak yang baru lahir minimal dia usia 2 – 5 tahun yang rentan stunting. Ini yang menjadi perhatian serius pemerintah daerah melalui dinas terkait supaya ini tidak menjadi bomberang bagi kita kedepan,”harapnya.
Sebagai Akademisi, Marthen Pentury berharap, ada kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang betul-betul tepat sasaran dan betul-betul dikawal ketat terkait dengan permasalahan ini.
“Artinya bahwa saya sampaikan ini bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi ini untuk kepentingan ibu-ibu hamil atau anak-anak kita sendiri di kabupaten Fakfak yang berada pada usia 2 sampai 5 tahun yang rentan sekali terkena stunting, marilah kita mencoba untuk peduli terhadap perkembangan anak-anak kita,”pungkasnya.
Pewarta: Risman Bauw