EMBARANMEDIA.COM, FAKFAK – Pengadilan Agama Fakfak menyoroti meningkatnya perkara terkait pernikahan yang diajukan masyarakat.
Hakim pada Pengadilan Agama Fakfak itu menjelaskan bahwa kewenangan absolut lembaganya salah satunya adalah menangani urusan pernikahan, termasuk perceraian, harta bersama, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan keluarga.
Dalam wawancara yang berlangsung pada Rabu(27/11/2026), Ahmad Rafli Kastari menjelaskan bahwa selama bertugas di Fakfak, perkara mengenai dispensasi nikah bagi pasangan di bawah umur hampir tidak pernah ditemui.
“Menurut Undang-Undang, batas usia legal untuk menikah adalah 19 tahun. Kalau di bawah itu, harus ada izin pengadilan,” ujarnya.
Ia memaparkan bahwa pada dasarnya anak usia 16 tahun masih dapat mengajukan pernikahan, namun wajib melalui mekanisme hukum berupa permohonan dispensasi nikah di pengadilan agama. Proses ini pun tidak selalu dikabulkan karena harus memperoleh rekomendasi dari dinas terkait perlindungan perempuan dan anak.
“Selama di sini saya belum pernah menerima permohonan dispensasi nikah. Yang justru banyak terjadi adalah masyarakat menikah siri tanpa mencatatkan pernikahannya,” ungkapnya.
Kondisi ini kemudian menimbulkan persoalan ketika anak mereka membutuhkan kelengkapan administrasi seperti saat mendaftar TNI, Polri, CPNS, atau pendidikan tertentu.

Ia mengungkapkan bahwa beberapa pasangan bahkan sudah memiliki empat hingga enam anak, namun pernikahan mereka tidak pernah tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini biasanya terjadi karena adanya oknum yang menjanjikan akan mengurus pencatatan usai akad, namun kenyataannya pernikahan tersebut tidak pernah didaftarkan.
Akibat praktik tersebut, keluarga baru menyadari kesulitan ketika mengurus dokumen kependudukan yang mensyaratkan buku nikah. Untuk memperbaiki keadaan, masyarakat kemudian mengajukan permohonan isbat nikah atau pengesahan nikah di Pengadilan Agama Fakfak.
“Pernikahan itu secara syariah harus sah, tapi juga wajib dicatatkan di KUA agar mendapatkan buku nikah. Di Indonesia lembaga yang berwenang mencatatkan pernikahan hanya satu, yaitu KUA,” tegas Ahmad.
Ia menambahkan bahwa pencatatan merupakan hal penting untuk mencegah timbulnya masalah hukum dan administrasi di masa depan.
Ia menutup penjelasannya dengan menyebut bahwa sekitar 50 persen perkara di Pengadilan Agama Fakfak saat ini didominasi oleh permohonan isbat nikah.
“Fenomena ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran sebagian masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan sebagai dasar hukum dalam berbagai proses administrasi,”tutupnya.
Jurnalis: Ramli Rumbati || Editor: Redaksi Embaranmedia







