Fakfak – Ketokohan atau figur yang diusung merupakan modal utama untuk meraih kemenangan, bahkan faktor ini berpengaruh signifikan daripada mesin politik itu sendiri. Calon perseorangan yang mampu memenangkan kontestasi pilkada umumnya memiliki magnet ketokohan yang lebih besar daripada kontestan yang diusung oleh parpol atau koalisi parpol. Sebut saja pasangan Fransiskus Roberto Diogo dan Romanus Woga mampu memperoleh 40,10 persen suara sah di Sikka NTT pada Pilkada 2018, atau pasangan Irsan Efendi Nasution dan Arwin Siregar dengan perolehan 44,26 persen suara sah di pilkada Kota Padang Sidimpuan pada pilkada tahun yang sama. Mereka merupakan tokoh dengan basis dukungan akar rumput yang terbukti mampu melawan dominasi mesin politik dari parpol.
Kabupaten Fakfak Papua barat Tokoh muda Untung Tamsil S.Sos, M.Si dengan segudang pengalamannya sejak kuliah pernah bergabung pada organisasi mahasiswa hingga menjabat sebagai ketua umum KNPI kabupaten fakfak periode 2011-2015 berdampingan dengan figur perempuan asli Fakfak yang juga telah lama berkecimpung pada birokrasi pemerintahan Ibu Yohana Dina Hindom SE.MM dengan akronim UTAYOH telah lolos dengan syarat dukungan masyarakat sebanyak 5.678. Merupakan tokoh fenomenal yang akhir-akhir banyak di perbincangan masyarakat ialah tokoh muda bermental petarung. Miliki seorang istri yang di karuniai sembilan orang anak, sosok muda dengan sapaan UT berani tampail memukau, mengindahkan konsekuen logis melepaskan segala atribut sebagai aparatur sipil negara yang sekurang-kurangnya 15 tahun kemudian masa pensiunnya.
Argumentasi ini cukup beralasan, seperti disampaikan oleh Lili Romli (2006) bahwa begitu sentralnya faktor figur, maka individu-individu yang selama ini mengganggap dirinya populer atau dikenal oleh masyarakat kerap mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pilkada. Peluang semakin terbuka bagi calon perseorangan tatkala tidak ada hubungan yang paralel antara kemenangan parpol dalam pemilu sebelumnya dengan kemenangan kandidat yang diusung dalam pilkada. Peluang ini menjadi gejala umum dalam sistem demokrasi modern, di mana Lipset (2007) menjabarkan bahwa demokrasi memberikan keyakinan pada kesempatan mobilitas individu terhadap kekuasaan demokratik, termasuk mengambil bagian dari sirkulasi elite kekuasaan melalui mekanisme pemilihan yang konstitusional.
Calon perseorangan dapat juga diposisikan sebagai respon kelompok terhadap para aristokrasi yang didominasi elite parpol yang selama ini dipersepsikan negatif. Karena dinilai abai terhadap kepentingan-kepentingan publik yang seharusnya diperjuangkan oleh para elite parpol. Lihat saja dari berbagai hasil survei juga memosisikan parpol sebagai lembaga politik dengan tingkat kepercayaan publik yang berada di urutan terbawah. Artinya, publik juga belum sepenuhnya yakin apabila masa depan kepemimpinan daerah diserahkan sepenuhnya kepada kandidat yang diusung oleh parpol atau koalisi parpol.
Setidaknya ada dua prasyarat yang perlu dipertimbangkan oleh calon perseorangan untuk memperbesar kemenangan dalam kontestasi pilkada. Pertama, syarat dukungan (5678) minimal adalah jejaring modal politik yang penting. Modal ini dapat dioptimalkan sebagai mesin politik sekaligus meningkatkan magnet electoral terhadap calon perseorangan.
Kedua, tren perilaku memilih. Terjadi kecenderungan pergeseran perilaku memilih, dari perilaku pragmatisme ke arah rasional. Kesadaran politik membuat pemilih semakin cerdas menentukan pilihan-pilihan politik dengan pertimbangan yang lebih rasional. Hal ini tidak terlepas dari tren meningkatnya partisipasi pemilih pemula serta piramida demografis pemilih yang didominasi usia produktif (17–40 tahun).
Prasyarat ini berkaitan dengan dinamika isu politik yang perlu diperhatikan oleh calon perseorangan. Tren perilaku memilih diikuti dengan tren isu-isu politik kandidasi, pemilih mulai bergeser ke kanan, dalam arti dukungan pemilih kepada kandidat tak lagi ditentukan oleh dimensi politik semata, tetapi justru isu-isu ekonomi akan lebih dominan dalam menarik dukungan pemilih. Segmentasi pemilih lebih ditentukan oleh kebijakan upah, peningkatan pendapatan, dan kelayakan lingkungan. Isu ini menggeser polarisasi politik yang menonjolkan identitas kedaerahan maupun sentimen keyakinan keagamaan tertentu.
Alhasil, harapan masih terbuka bagi calon perseorangan untuk menjaga eksistensinya. Sebagaimana ikhtiar konstitusional, berkontribusi dalam alternatif pilihan bagi pemilih, menjaga semangat demokrasi, yaitu kebebasan-kesetaraan (equality) hak pilih warga negara.
Oleh :Abu Salim Yarkuran