EMBARANMEDIA.COM, FAKFAK – Kondisi mahasiswa di Kabupaten Fakfak dinilai semakin terbelenggu dalam sikap apatis dan takut terhadap dosen di kampus. Hal ini mendapat kritik keras dari Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Fakfak, Haidar Tukuwain, yang juga mantan Ketua BEM Politeknik Negeri Fakfak (Polinef).
Kritik ini mencuat di tengah situasi daerah Fakfak yang kini menghadapi berbagai persoalan serius. Mulai dari relokasi pedagang ke Pasar Thumburuni yang menuai polemik, sengketa tata kelola pasar dan harga kebutuhan pokok, isu pendidikan dan keterbatasan lapangan kerja bagi generasi muda, hingga sorotan terhadap proyek-proyek pemerintah yang dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kecil. Di sisi lain, Fakfak juga menjadi sorotan nasional karena potensi investasi yang rawan menimbulkan konflik kepentingan bila suara rakyat tidak dikawal.
Dalam kondisi demikian, Haidar menilai mahasiswa seharusnya menjadi motor penggerak perubahan, bukan justru terjebak dalam sikap diam.
Ini disampaikannya kepada embaranmedia.com melalui wawancara via telepon, Kamis, 11/9/2025 (Pagi).
“Mahasiswa hari ini harus benar-benar hadir sebagai agen perubahan sekaligus pengawal moral bangsa. Kami tidak boleh hanya sibuk dengan urusan akademik di ruang kelas, tetapi juga harus memiliki kepedulian sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Sikap apatis sama saja membiarkan masalah bangsa tanpa solusi,” tegas Haidar.
Ia menolak keras mentalitas mahasiswa yang memilih diam dan enggan terlibat dalam persoalan rakyat. Menurutnya, mahasiswa seharusnya berani menyuarakan kebenaran, mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat kecil, serta memperjuangkan keadilan sosial.
Haidar juga menyoroti pentingnya solidaritas di kalangan mahasiswa. Perbedaan pandangan, katanya, adalah hal wajar, tetapi jangan sampai membuat mahasiswa terpecah belah. Sebaliknya, kolaborasi antarorganisasi mahasiswa, OKP, dan masyarakat sipil harus diperkuat agar suara generasi muda benar-benar berdampak nyata.
“Saya percaya mahasiswa adalah pelita di tengah kegelapan zaman. Tugas kita bukan hanya belajar, tetapi juga menjaga agar suara rakyat tidak pernah padam. Inilah tanggung jawab moral yang harus kita emban bersama, karena masa depan bangsa ditentukan oleh keberanian dan kepedulian generasi mudanya,” ungkapnya.
Haidar bahkan menyindir mahasiswa yang enggan peduli pada persoalan masyarakat.
“Mungkin bagi mahasiswa yang apatis, lebih baik almamaternya dilepas dan dipakai hanya untuk karnaval saja. Sebab almamater bukan sekadar simbol seragam, melainkan identitas perjuangan, tanggung jawab moral, dan keberpihakan kepada rakyat,” katanya menegaskan.
Selain mahasiswa, ia juga mengkritik sikap sebagian kampus yang dinilai terlalu membatasi gerakan mahasiswa ketika ingin menyampaikan aspirasi masyarakat. Padahal, menurut Haidar, kampus seharusnya menjadi ruang kebebasan akademik sekaligus tempat lahirnya keberanian moral.
“Jika mahasiswa dibungkam atau dipersempit ruang geraknya, maka hilanglah makna sejati dari almamater itu sendiri. Mahasiswa harus diberi ruang untuk berdiri bersama rakyat, sebab keberanian menyuarakan aspirasi adalah bagian dari pendidikan yang sesungguhnya,” pungkasnya.
Penulis : Arya Sanaky || Editor : Redaksi Embaranmedia