EMBARANMEDIA.COM, FAKFAK – Pengadilan Agama Kabupaten Fakfak membeberkan angka perceraian yang terjadi sepanjang tahun ini. Berdasarkan data resmi, tercatat sekitar 70 perkara perceraian telah masuk dan ditangani oleh majelis hakim. Angka ini disebut cukup tinggi dan didominasi oleh pasangan dengan usia pernikahan relatif masih muda.
Dalam penjelasannya kepada wartawan Embaranmedia.com, Hakim Persidangan Ahmad Rafli Pada Rabu (27/11/2025) di ruang kerjanya. Kastari menyebut bahwa mayoritas perkara yang ia tangani bukan berasal dari pasangan dengan pernikahan yang sudah berlangsung belasan tahun.
“Saya nggak pernah dapat usia pernikahan 10 tahun ke atas untuk perkara yang saya pegang. Rata-rata itu 5 sampai 6 tahun, ada juga yang 1–2 tahun usia pernikahannya,” ujarnya.
Menurut Rafli, usia pernikahan di bawah 10 tahun merupakan fase yang seharusnya menjadi masa saling mengenal dan menyesuaikan diri. Banyak pasangan baru menyadari karakter asli pasangannya setelah menikah.
“Pas pacaran kelihatannya tidak seperti itu. Setelah menikah baru saling tahu sifat asli, sehingga gesekan di 5 tahun pertama sering muncul,” jelasnya.
Dari total 70 perkara perceraian tersebut, berbagai alasan menjadi dasar gugatan. Sekitar 15 persen merupakan kasus salah satu pihak meninggalkan rumah tanpa kabar.
“Ada kurang lebih delapan pasangan yang mengajukan cerai karena pasangannya pergi begitu saja, tidak memberi tahu, dan tidak kembali dalam waktu lama,” ungkapnya.

Selain itu, kasus yang cukup menonjol adalah perceraian akibat kebiasaan mabuk-mabukan, yang mencapai tujuh perkara. Menurut Rafli, kebiasaan mabuk umumnya berdampak pada konflik rumah tangga yang berkepanjangan, sehingga istri atau suami merasa tidak sanggup lagi mempertahankan hubungan.
Faktor lain yang juga muncul yaitu judi online, terutama di kalangan pasangan usia muda. Hakim Rafli menegaskan bahwa judi online banyak menyebabkan ketidakstabilan ekonomi keluarga.
“Yang usia-usia muda ini rata-rata judi online. Dampaknya ekonomi runtuh dan akhirnya memicu pertengkaran,” katanya.
Sementara itu, alasan ekonomi secara langsung hanya mencakup enam perkara. Namun yang paling dominan adalah kasus perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, yang mencapai 35 persen dari seluruh perkara. Perselisihan ini biasanya dipicu oleh isu berulang seperti perselingkuhan, meninggalkan rumah, lalu kembali, kemudian bertengkar lagi dengan masalah yang sama.
Hakim Rafli menegaskan bahwa untuk dapat dikategorikan sebagai pertengkaran terus-menerus, harus disertai dengan pisah rumah minimal 6 bulan berturut-turut.
“Kalau tiap hari bertengkar tapi masih tidur serumah, itu tidak bisa. Harus ada bukti pisah rumah selama 6 bulan tanpa putus barulah bisa dipertimbangkan untuk putusnya perkawinan,” tandasnya.
Jurnalis: Ramli Rumbati || Editor: Redaksi Embaranmedia







