Oleh: Srihartati Hasir
(The Voice of Muslimah Papua Barat)
Embaranmedia.com, Fakfak Senin (28/09/20) – Indonesia darurat separatisme. Aksi-aksi penyerangan bersenjata di Papua selama ini terlihat dilakukan secara terorganisir. Selain dilakukan terhadap anggota TNI dan Polri, juga terhadap warga sipil. Sepanjang 2020 saja, Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) sudah berulang kali berulah. Serangkaian tindakan KKB menimbulkan ketidaknyamanan warga.
Ulah KKB bahkan berdampak pada kegiatan belajar mengajar, salah satunya di SD Baluni. Bagaimana tidak, sebanyak tiga guru mereka sandera selama dua hari di balai desa kampung Baluni, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika – Papua (www.news.detik.com, Selasa 27 Februari 2020). Selang beberapa waktu, KKB menewaskan satu anggota yang tewas yakni Bharada Doni Priyanto, anggota Organik Bataliyon A Resimen III Korp Brimob Polri. Peristiwa itu terjadi saat KKB terlibat baku tembak dengan pasukan Brimob di Opitawak, Papua, pada jum’at 28 februari 2020 pukul 15.52 WIT (www.manado.tribunnews.com, Sabtu 29 Februari 2020)
Pada Jum’at (22/5), dua tenaga medis tim Gugus Tugas Covid-19 yang membawa obat-obatan ditembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Wandai, Kabupaten Intan Jaya. Satu diantaranya meninggal dunia dan yang satunya kritis (www.fajar.co.id, Sabtu 23 Mei 2020).
Aksi KKB di kabupaten Intan Jaya, Papua juga semakin beringas sejak beberapa hari terakhir. Dari pemberitaan Kompas.com, pada senin (14/9/2020) lalu dua warga sipil yang diketahui berprofesi sebagai pengemudi ojek diserang oleh anggota KKB saat melintas di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Dan aksi serupa terjadi lagi pada kamis (17/9/2020) yang mengakibatkan dua orang meninggal dunia. Tak berselang lama, sekitar pukul 14.20 WIT mereka kembali menyerang seorang anggota babinsa yang sedang dalam perjalanan untuk mengantar logistic dan mengakibatkan prajurit TNI itu gugur di lokasi kejadian (www.regional.kompas.com, Kamis 17 September 2020).
Meski separatisme sudah begitu nyata mengancam kesatuan negeri, Pemerintahan Jokowi lebih memilih bersikap lunak terhadap kaum separatis ini. Luhut Panjaitan pernah mengatakan bahwa Pemerintah akan mengambil pendekatan yang lebih manusiawi di Papua, termasuk dialog dan pemberian amnesti. Pendekatan yang cenderung lunak ini juga disarankan oleh berbagai pengamat politik dan mantan pejabat negara. Jimly ash-Shiddiqi selaku mantan Ketua MK, misalnya, menyatakan, “Papua itu harus didekati dengan otak dan hati, bukan dengan kekerasan. Kita dukung langkah-persuasif yang diambil oleh aparat, termasuk utusan khusus Presiden sudah bertindak cepat untuk meredakan ketegangan.”
Kompak bersikap lunak terhadap kelompok separatis Papua, termasuk pada gerakan bersenjata, mengherankan dan membingungkan. Terutama terhadap kelompok yang terus menerus melancarkan operasi militer pada warga dan aparat keamanan di Papua. Padahal serangan militer yang dilakukan terbilang brutal.
Persoalan Papua memang kompleks. Ada unsur keserakahan, eksploitasi, pemiskinan, pembodohan dan campur tangan asing yang menahun di Tanah Papua. Salah satu akar persoalan di Papua adalah adanya ketidakadilan dalam proses pembangunan yang dirasakan warga di Papua khususnya di pedalaman, pegunungan, dan daerah tertinggal. Muncul sentra perlawanan kepada Pemerintah.
Padahal bumi Papua sangat kaya dengan sumberdaya alam. Tambang emas, tembaga, gas dan kekayaan alam lainnya begitu berlimpah di bumi Papua. Namun nyatanya, pembangunan di Papua begitu tertinggal. Mayoritas masyarakatnya miskin. Kekayaan alam yang berlimpah justru banyak mengalir demi kesejahteraan pihak asing. Di antaranya PT Freeport.
Di sisi lain, dana triliuan yang telah digelontorkan ternyata tidak dirasakan oleh masyarakat. Dana itu lebih banyak dinikmati oleh para elit. Salah satu faktor utama penyebabnya adalah sistem politik demokrasi yang korup dan sarat modal.
Alhasil, menyelesaikan masalah Papua, selain dengan pendekatan keamanan, adalah dengan mewujudkan keadilan serta pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Hal itu hanya bisa diwujudkan melalui penerapan syariah Islam secara total. Dalam hal pengelolaan ekonomi dan kekayaan, Islam menetapkan bahwa hutan dan kekayaan alam yang berlimpah depositnya merupakan harta milik umum seluruh rakyat tanpa kecuali. Rasulullah SAW bersabda : “Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: hutan, air dan energi” (HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad)
Contohnya tambang tembaga dan emas yang dikuasai Freeport dan gas Tangguh yang dikuasai British Petroleum, Kekayaan itu tidak boleh dikuasakan atau diberikan kepada swasta apalagi asing. Kekayaan itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Keseluruhan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, di antaranya dalam bentuk berbagai pelayanan kepada rakyat. Dengan itu, tambang Freeport, gas Tangguh dan kekayaan alam lainnya akan benar-benar menjadi berkah untuk rakyat.
Dalam hal perlakuan kepada rakyat, Islam mewajibkan berlaku adil kepada seluruh rakyat bahkan kepada semua manusia. Dalam Sistem Islam tidak boleh ada deskriminasi atas dasar suku, etnis, bangsa, ras, warna kulit, agama, kelompok dan sebagainya dalam hal pemberian pelayanan dan apa yang menjadi hak-hak rakyat. Wallahu ‘Alam . (**)