Atasi Stunting, Tak Cukup dengan Kampanye Gemar Makan Ikan

- Jurnalis

Selasa, 28 Maret 2023 - 14:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Fachtia Bauw Uswanas, S.Gz (Ahli Gizi)

Embaranmedia.com – Stunting masih menjadi persoalan serius yang belum terselesaikan di negeri ini. Berbagai ide dilontarkan oleh pemerintah untuk mengatasi problem stunting. Baru- baru ini Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah daerah perlu terus menggencarkan kampanye untuk mengajak masyarakat gemar makan ikan guna mencegah dan menurunkan prevalensi stunting. Kemenko PMK, kata Muhadjir, juga terus mengingatkan bahwa titik fokus pencegahan stunting pemenuhan gizi seimbang untuk balita dan juga ibu hamil. “Ikan memiliki kandungan protein hewani yang sangat tinggi yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan otak anak,” kata Muhadjir dalam keterangannya di Jakarta (Tirto, 12/03/2023)

Stunting masih menjadi persoalan di Indonesia yang menempati urutan keempat angka stunting tertinggi di dunia dan kedua se-Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2022. Papua Barat menduduki posisi keenam tertinggi di Indonesia dengan prevalensi balita stunting  sebesar 30%. (Databoks 2/2/2023). Namun mirisnya, Berdasarkan provinsi, produksi ikan terbesar terdapat salah satunya adalah Papua Barat sebesar 41,86 ton tahun 2021 (Beritadaerah.co.id 9/11/2022)

Ditengah gencarnya pemerintah untuk mengkampanyekan gemar makan ikan, pemerintah seolah lupa dengan masalah kemiskinan yang menjadi sebab utama terjadinya stunting, jangankan mengkonsumsi ikan, untuk membeli beras saja sulit untuk terpenuhi. Memberantas stunting bukan hal yang mudah maka perlu waktu yang Panjang dan solusi yang sistematis karena untuk memenuhi asupan gizi sulit untuk dilakukan karena pada saat yang sama kondisi masyarakat masih jauh dari kata sejahtera.

Baca Juga :  Mengapa Ten Hag tidak dipecat lebih awal ?

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting beririsan. Penyebab stunting dilatarbelakangi oleh fenomena kemiskinan ekstrem seperti kendala dalam mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lainnya. “Saya sampaikan bahwa stunting ini 60 persen beririsan dengan keluarga miskin ekstrem,” ujar Muhadjir. Karena itu, menurut Menko PMK, untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem dan stunting harus dikeroyok bersamaan. Dia memaparkan, pemerintah melakukan upaya serius dalan penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. (https://www.kemenkopmk.go.id 13/01/2023).

Kemiskinan Masalah yang Mengakar

Kemiskinan adalah persoalan yang tidak akan pernah dapat diselesaikan oleh sistem hari ini. Setidaknya ada dua kelemahan yang menjadi permasalahan mendasar penyebab sistem ekonomi tidak bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan stunting.

Pertama, adanya kebebasan kepemilikan. Sistem ini membebaskan hak milik pada seluruh sumber daya, termasuk sumber daya yang menjadi hajat hidup orang banyak. Misalnya, potensi bahari kita yang melimpah. Sebanyak 70% negara kita adalah lautan yang berpotensi bahari, seperti perikanan, terumbu karang, mangrove, energi dan pertambangan, dll. Nyatanya, mayoritas potensi itu justru dikuasai swasta sehingga mengoptimalkan potensi bahari menjadi sangat sulit.

Sistem kapitalisme juga menjadikan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elite saja. Mayoritas rakyat yang tidak memiliki kekuatan akan tersendat kebutuhan hidupnya. Inilah musabab listrik, air, pangan, kesehatan, pendidikan, dan seluruh kebutuhan hidup menjadi sulit diakses warga secara merata dan adil.

Kedua, negara korporatokrasi. Jika kita mencermati, banyaknya program yang diperuntukkan untuk mengentaskan kemiskinan selalu saja menggandeng swasta. Pada penyediaan air bersih, misalnya, biasanya menggandeng swasta dengan alasan agar mendapat kualitas terbaik dan menyerap lapangan pekerjaan. Jika sudah menggandeng swasta, artinya ada profit di sana. Inilah yang menjadikan tarif air menjadi mahal sebab negara malah berbisnis untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Kebijakan intervensi gizi dan penyediaan sejumlah fasilitas, seperti pengadaan air bersih, MCK, dll. bisa mandul dalam menyelesaikan permasalahan.

Baca Juga :  Catatan Pembelajaran Politik Pilkada Fakfak 2024

Jika telah jelas ekonomi kapitalisme mustahil menyelesaikan permasalahan, tentu solusinya tidak bisa sekadar pada tataran teknis program pemerintah. Ini karena apa pun programnya, jika kerangkanya masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, bukan rakyat yang menjadi orientasi kebijakan, melainkan profit pengusaha dan penguasa.

Solusi Mengakar Menyelesaikan Masalah Kemiskinan

Perlu ada sistem ekonomi alternatif untuk menyelesaikan problem kemiskinan dan stunting. Sistem ekonomi Islam mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Inilah di antara upaya negara untuk mencegah stunting:

Pertama, menerapkan sistem politik ekonomi berbasis syariat Islam. Pembatasan aturan kepemilikan. Aturan ini mampu mencegah kemiskinan secara permanen sebab yang menjadi hak banyak orang terlarang dikuasai oleh individu, sekalipun ia mampu membelinya.

Dalam Islam, kepemilikan terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Untuk kepemilikan individu, setiap individu boleh memilikinya dengan cara sesuai syariat, seperti hasil kerja keras, warisan, pemberian harta, hadiah, dsb. Adapun kepemilikan umum, terlarang bagi individu untuk menjadikan milik pribadi (privatisasi) sebab aset tersebut notabene milik masyarakat. Misalnya, rumput, air, pembangkit listrik, danau, laut, jalan raya, ataupun barang tambang melimpah (emas, batu bara, dan minyak bumi). Kepemilikan negara meliputi harta yang pengelolaannya diwakilkan pada Khalifah, seperti ganimah, jizyah, kharaj, harta orang murtad, dsb. Negara mengelola SDA serta mengatur kepemilikan umum dan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

Baca Juga :  Mengapa Ten Hag tidak dipecat lebih awal ?

Kedua, Negara wajib menjamin seluruh kebutuhan dasar umatnya. Negara akan benar-benar mensensus warganya, memastikan para kepala keluarga bisa menafkahi tanggungannya. Jika tidak, negara menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi para ayah agar dapat memberi nutrisi dan gizi yang layak untuk keluarganya. Jika kepala keluarga dan kerabatnya tidak sanggup menafkahi, negara wajib membantu warganya untuk bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhannya pun harus layak, perumahan, pakaian, termasuk pangannya, semua harus layak konsumsi dan bergizi. Dari sini, permasalahan stunting bisa terselesaikan.

Ketiga, negara membangun infrastruktur publik yang lengkap, seperti sarana dan prasarana pendidikan serta kesehatan agar seluruh warga dapat menikmati pelayanan dengan baik, murah, bahkan bisa gratis. Negara tidak akan kekurangan dana menghidupi rakyatnya. Sebab, APBN negara dalam Islam memiliki banyak pos dan sumber pemasukan, seperti fai, kharaj, jizyah, zakat, barang tambang, dan sebagainya.

Dengan mengubah paradigma dan fungsi negara sesuai Islam maka masalah stunting, kemiskinan, dan kelaparan akan terurai secara tuntas. Penerapan kapitalisme adalah sumber masalah bagi kesejahteraan rakyat. Selama sistem ini tidak tercerabut dari kehidupan masyarakat maka tidak akan lahir generasi sehat badannya, cerdas akalnya, dan bersih hatinya. Islam dengan berbagai mekanisme yang ada peduli terhadap generasi. Negara menjadikan generasi sebagai calon pemimpin umat sehingga negara menyediakan berbagai macam kebijakan untuk mencetak generasi berkualitas termasuk mencegah terjadinya stunting. (**)

Berita Terkait

Catatan Pembelajaran Politik Pilkada Fakfak 2024
Mengapa Ten Hag tidak dipecat lebih awal ?
SK PC PMII Kota Ambon di Manipulasi Demi Hasrat Kekuasaan
PC PMII Kota Ambon di Ambang Kehancuran
Bagaimana Pemuda Menyikapi Pilkada 2024 ?
Krisis Kepemimpinan di HMI Cabang Fakfak: Hambatan dalam Pengkaderan dan Masalah Lainnya
Perjuangan Saiful Darlen Wakili Polinef di Forum FKMTSI pada Temu Wicara Regional ke-VIII Wilayah XVI Tanah Papua
Urgensi Pelaksanaan Konferensi HMI Cabang Fakfak
Berita ini 56 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 14 November 2024 - 14:42 WIB

Catatan Pembelajaran Politik Pilkada Fakfak 2024

Rabu, 6 November 2024 - 18:55 WIB

Mengapa Ten Hag tidak dipecat lebih awal ?

Senin, 21 Oktober 2024 - 19:42 WIB

SK PC PMII Kota Ambon di Manipulasi Demi Hasrat Kekuasaan

Sabtu, 19 Oktober 2024 - 19:21 WIB

PC PMII Kota Ambon di Ambang Kehancuran

Selasa, 10 September 2024 - 22:08 WIB

Bagaimana Pemuda Menyikapi Pilkada 2024 ?

Berita Terbaru

Dr. Ronald Helweldery, M.Si.

Opini

Catatan Pembelajaran Politik Pilkada Fakfak 2024

Kamis, 14 Nov 2024 - 14:42 WIB

Uncategorized

Presiden Prabowo dan Biden Sepakat Tingkatkan Peluang Perdagangan

Rabu, 13 Nov 2024 - 20:56 WIB

error: